Saat itu, aku tengah menyaksikan acara televisi. Ahh, rasanya begitu usang. Pasalnya, waktu itu aku tengah duduk dikelas tiga menengah pertama. Saat menyaksikan sebuah siaran, adik ku mulai mendekat. Entah apa yang membuatnya tiba-tiba merapat dan ikut serta menyaksikan acara yang tengah ku tonton, padahal ia sedang asyik belajar saat itu “mungkin ia suntuk dengan materi pelajarannya” pikirku. Pertanyaan iseng pun mulai menghinggapi, dengan penuh ke usilan aku mulai menggodanya.
Usut punya
usut, ternyata ia sangat mengidolakan sang actror
yang tengah beradu acting. Paras yang
elok tentunya menjadi pijakan utama, sehingga ia begitu menyukainya. Bahkan
sangat! Kembali aku berpikir. Tak jauh seperti adik ku, aku pun demikian. Sering
bersikap sama. Bisa dikatakan lebih.
Pernah suatu ketika, kami membandingkan paras
rupawan actor yang adikku elu-elukan
dengan salah satu actor yang aku
sukai. Beradu argument, pasti. Tak ada yang mengalah, jelas. Entah, ke-konyolan
yang kami lakukan siapa yang memulai.
Setelah menimang kembali, apa pantas aku begitu
mengelu-elukan paras rupawan ciptaan-Nya? Sedang, bagaimana dengan Rabb ku? Hey,
sadarkan pikiranmu. Jika paras rupawan yang menjadi patokan ku menyukai ciptaan-Nya,
lalu bagaimana caraku menyukai Rabb dan Rasull ku, yang paras-Nya saja tak pernah
ku lihat? “Ah, hentikan pembenaran terhadap kesalahan yang kau lakukan” ucapku
didepan cermin.
0 komentar:
Posting Komentar