Sepenggal Memory (HUJAN)

by 11.12.00 0 komentar
Ia mulai tersenyum melihat awan (yang) mendadak berubah hitam kepekatan, namun tak lama kemudian butiran bening menetes dari sudut kelopak matanya. .
+    Apa yang membuatmu begitu terpana sekaligus terpukul ketika langit mulai suram, dan menampilkan kabut hitam diatas sana?
-        Hujan
+      Bukankah kau (selalu) berkata ia adalah Rahmat? Kau terpana lantas kemudian terpukul? Hujan membuatmu merasakan hal demikian? Tak bersyukur!
-        Memang, aku tak pandai bersyukur dan selalu kufur.
+       Tetap saja seperti itu, simpan semua sendiri!
-        Iya, aku akan tetap seperti ini. Menyimpannya sendiri
+       Hei, kita selalu bersama tak ingin kau membagi pedihmu agar terangkat bebanmu? Bukankah kita sejiwa? Kau sama sekali tak romantis!
-        Benar, kau selalu benar. Tak ada kepedihan, hanya aku tak ingin membagi memory manis ini  
+       Memory manis, namun kau selalu diringi kesedihan setelahnya bukan? Tak bisa kau simpan semuanya sendiri, karena aku adalah dirimu.
-        Ahh, kau selalu ingin tahu. Selalu bersikap peduli. Sudahlah, biarkan tetap seperti ini.
+        Pernahkah aku merahasiakan sesuatu darimu?
-        Tidak, tepatnya aku tidak begitu yakin. Haha, aku bercanda. Kau selalu seperti ini. Baiklah, kan ku bagi kenangan manis itu.
Hujan, ia selalu menyejukkan. Butirannya yang halus selalu dinantikan bagi mereka yang bersyukur. Kau tau kenapa? Karena ia adalah Rahmat. Kendati demikian, ia selalu dipersalahkan. Kadang dianggap membawa petaka dan bencana, yang sejatinya disebabkan ulah mereka yang kufur. Baiklah, kau tak ingin aku berbasa-basi bukan? Langsung saja. Belasan tahun silam, seorang gadis kecil (yang) ketika awan mulai menggumpal kehitaman menandakan hujan akan turun ia (selalu) berlari memasuki kamarnya. Kau bisa menebak apa yang ia lakukan dikamar.
+       Menangis?
-        Bukan, tepatnya ketakutan.
Ia selalu takut ketika hujan menyapa. Entah apa yang ia takutkan dari Sang hujan.
+        Lalu?
Berjam-jam tanah rumahnya kian tampak basah bahkan air mulai menggenang, karena memang saat itu tengah musim penghujan. Ia terus berdiam diri didalam rumah, melihat dari balik jendela kamarnya. Kadang, sesekali mengintip dari balik tirai ruangan depan. Melihat apakah langit masih menangis. Namun, mengintip dari balik tirai sering kali ia lakukan, seperti sedang menanti seseorang.
+        Aku masih tidak paham, alasan ketakutannya?
-        Sabar, kan ku ceritakan secara bertahap!
 Disaat ia tengah mengintip dari balik tirai, dari arah kejauhan terlihat bayangan hitam yang mendekat. Ia semakin mendekat, terus mendekat, dan menaiki teras rumahnya. Bayangan tersebut tampak gemetaran, lalu 5 menit kemudian ia membuka gagang pintu rumah tersebut.
+       Ia orang asing bukan?
-        Dengarkan saja!
 Pintupun terbuka, terlihat wajah kepucatan dibaluti senyum manis dari wajahnya dengan rambut yang berantakan. Ia mencari anak manis yang tengah mengintipnya dari balik tirai. Ia mendekati gadis kecil itu, dekat, semakin mendekat. Ia mengamatinya sesaat, kemudian berlalu kearah berlawanan dari arah pintu yang ia masuki tadi.
+        Lalu gadis kecil itu?
-        Hehhhhh…
Si gadis kecil kemudian berlari, berlari mengikuti arah sosok yang baru saja datang. Ia terus mengikuti kemanapun Sang sosok melangkah, hingga terhenti didepan sebuah ruangan.
+        Gudang?
-        Imajinasimu begitu buruk! Kali ini, cukup respon dengan anggukanmu saja.
 Ia terhenti didepan ruang kamar mandi, lalu si sosok berlalu begitu saja memasuki kamar mandi. 15 menit, 30 menit, 40 menit telah berlalu. Pintu belum pun terbuka hingga membuat si gadis kecil letih menunggu. Ia kemudian memutar badan, hendak melangkah (kembali) menuju kamar. Tak jauh ia melangkah, engsel pintu terdengar (yang) menandakan pintu telah dibuka. Terlihat wajah segar, rambut basah dan wangi, serta senyuman yang selalu ia nantikan. Kemudian Gadis kecil berhamburan memeluk sang sosok.
“Kakak dari mana saja, aku takut…”
“Kakak disini, sudah jangan takut lagi. Apa dino (saurus) itu datang lagi? Kakak sudah memberimu sapu terbang bukan? Tak kau gunakan?
“Bukan, dino tak berani menggangguku lagi…”
“Lalu? Apa si K(uc)ing nakal lagi?
“King tak nakal, ia terus menemaniku
“Baiklah, lalu apa yang membuatmu takut gadis manisku?
“Hujan”
“Hei, sayang. Hujan adalah Rahmat. kau selalu mengucapkan bahwa kau takut Hujan. Kau tahu kakak sangat menyukai hujan?
“Iya tahu”
“Hm, bukankah kau selalu menyukai apa yang kakak sukai? Hayoo..”
“Iya, kakak sangat menyukai hujan. Itu yang membuatku takut….”
“Bagaimana bisa, mari kakak rapihkan rambutmu. Kau sangat berantakan”
“Iya, kakak begitu menyukai hujan. Selalu mengejarnya, selalu menantinya, selalu bermain dengannya. Aku takut, takut kakak lebih mencintai hujan,, aku takut kakak lebih menyayangi hujan, takut jika kakak melupakanku dan pergi bersama HUJAN. Kakak selalu berhamburan mengejarnya, dan aku kakak tinggal”. Ia sesenggukan tak bisa menahan tangis, kau percaya gadis dengan usia sangat belia  menganggap Sang hujan sebagai musuh. Namun, ia begitu takut karena Sang kakak selalu mengejarnya.
“Benarkah? Hujan tak akan merebut kakak darimu sayang. Kau percaya kakak bukan? Esok jika kau bertumbuh, kau akan tahu. Mengapa kakak selalu berlari mengejarnya, selalu membasuh diri pada-Nya, selalu menantinya. Ah.. sudah larut, tak baik gadis manis masih terjaga, mari istirahat sebelum penyihir datang. Bukankah penyihir lebih menakutkan dari pada Hujan? Sembari ia merapihkan rambut yang berantakan dan memeluk erat adiknya dengan mata sembab.
“Tidak, Hujan lebih menakutkan!
“Hahaha,, kau ini. Selalu menggemaskan seperti itu. Tak ada yang bisa menggantikanmu, meski Hujan sekalipun”. Mereka terlelap seiring malam yang kian pekat.
+        Baiklah, lalu hal (yang) membuatmu terpukul?
-        Gadis kecil itu
+       Ia kenapa (lagi) ?
-        Ia mengetahui, alasan mengapa kakaknya selalu menanti hujan, selalu merindukan hujan, selalu berlari mengejarnya, selalu membasuh diri jika ia datang
+        Hei, kau tak cerita jika kakaknya menceritakan alasannya
-        Memang, kakaknya tak pernah menceritakan alasan itu. Ia mengetahui sendiri, seiring usianya (yang) bertumbuh
+       Lalu, alasan Sang kakak?
-        Maaf, aku harus bergegas. Tugas ku kian menumpuk, terlalu asyik denganmu. 
Kemudian ia menepi dari hadapan cermin yang ia pandangi 2 jam lamanya ….

Denda Yulia A R

Developer

Cras justo odio, dapibus ac facilisis in, egestas eget quam. Curabitur blandit tempus porttitor. Vivamus sagittis lacus vel augue laoreet rutrum faucibus dolor auctor.

0 komentar: