Selepas fajar, aku selalu memaksakan diri hingga menjadi terbiasa berlari-lari kecil menghirup udara pagi. Ini selalu ku lakukan ketika bertandang ke tanah kelahiran, rutinitas ini memang aku lakukan sejak masih Sekolah Dasar. Jika tidak sempat dipagi hari, pada sore hari sembari menimati senja aku selalu menghabiskan waktu senggangku berlari kecil dan beristirahat di Jembatan “Lokok Kuangan”. Tempat dimana aku berdiri sejajar denganmu, dan lebih leluasa memandangimu.
Dulu, aku sempat
mengira Kau berwarna biru. Tidak dipungkiri, pertama kali aku menyukai warna
biru itu karenamu. Dari kejauhan aku selalu melihat bongkahan tanah yang
menjulang dan berwarna biru muda. Hingga suatu ketika, aku tengah melakukan
perjalan keluarga. Saat itu, jarak ku denganmu hanya beberapa meter saja. aku
sempat mengira Kau telah berpindah tempat. Kebingunganku tentu ku utarakan pada
Ayah, yups ia adalah perpustakaan berjalan dikeluargaku. Ketika bermasalah
dengan pembelajaran dan pengetahuan aku selalu bercerita padanya. Sedang Mama
aku akan bercerita tentang keinginan, dan segala yang menjurus pada kasih
sayang. Karena Mama memang wanita yang penuh kasih sayang.
“Ia
terlihat biru bisa jadi karena langit yang tampak biru saat itu. Namun, warna
biru dihasilkan karena molekul udara (kecilnya oksigen dan nitrogen) molekul
air, serta debu yang ukuran partikelnya kecil lalu berinteraksi dengan cahaya,
sehingga menghasilkan warna biru. Itu menandakan frekuensi yang ada
disekitarnya tinggi. Ia memancarkan warna biru ke segala arah, maka akan tampak
warna biru. Dan karena jarak, kau memandanginya dari jarak kejauhan. Sejatinya,
ia berwarna hijau. Hijau dihasilkan dari pepohonan yang tumbuh bebas
disekitarnya. Terkadang ia juga berwarna abu, itu bisa karena efek awan yang
menggumpal diatasnya atau memang langit berwarna demikian saat itu”. Untuk anak se-usiaku tentu tak serta merta paham
apa yang dikatakan Ayah, aku benar-benar paham setelah mendapatkan materi
pembelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) di sekolah. Maka tak heran, aku selalu
menyukai benda-benda yang ada dialam dan benda-benda angkasa lainnya.
Setelah
mengetahui kau tak berwarna biru tidak pula membuat kecintaanku terhadap warna
biru menghilang. Aku selalu menyukai warna itu, ia lambang kedamaian bagiku. Kembali
tentangmu, aku belajar banyak darimu. Kau begitu kuat, kau tetap berdiri tegak meski
ditempa angin topan sekalipun. Kau tetap berdiri tegak, meski hujan membasahi
bumi. Kau tetap berdiri tegak, ketika mahluk lainnya tengah merehatkan diri.
Aku selalu berterimakasih padamu, karenamu aku tetap ada. Karenamu kami masih
bertahan. Bukankah kau Pasak Bumi yang dikirimkan Sang Illahi?
“Bukankah
kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan, dan gunung-gunung sebagai
pasak? ( An-Naba’, 78: 6-7 )”
Jika kau tak
ada, bumi akan lebih sering terguncang karena tak seimbang. Teman-temanmu yang
lain tentunya berterimakasih padamu dari kejauhan sana karenamu mereka mampu
bertahan meski terkadang merekapun ada yang terlampau sering memuntahkan lahar
panas. Selain itu, Bumi berterimakasih padamu. Karenamu bumi mampu
menyeimbangkan dirinya.
“
Dan dia menancapkan gunung-gunung dibumi supaya bumi itu tidak terguncang
bersama kamu (An- Nahl, :16 )”
(Rin) Jani, Tetaplah
menjadi Pasak Bumi yang selalu berdiri kokoh. Dan maafkan mereka karena berbuat
semena-mena terhadapmu, Maafkan mereka telah mengganggu kenyamanmu. Aku selalu
menanti Kau kembali seperti dulu lagi, selalu tenang dan menenangkan.
0 komentar:
Posting Komentar