“ Semua dongeng
yang Ayah ketahui telah ayah ceritakan, apa kalian tak bosan ?”
“Tidak, kami tak
akan pernah bosan jika ayah yang menceritakan. Ayolah yah, sebelum kami merajuk”
“Putri ayah
semakin pandai saja, sudah pandai merajuk. Baiklah akan ayah ceritakan tentang
kisah Kipas Ajaib, 2 Bersaudara & Raksasa. Dongeng yang selalu kalian pinta
”
Hei, Pernah mendengar kisah tentang Kipas Ajaib, 2 Bersaudara & Raksasa? Ku rasa belum, karena dongeng ini hanya
diceritakan pada anak-anak yang terkhusus, bahkan mungkin pengarang kisah ini adalah
Ia yang tengah Berdongeng. Cerita ini tak
jauh berbeda dengan cerita-cerita pada umumnya, yang menggunakan setting berlatar pedesaan, tokoh
protagonis, antagonis, klimaks dan ending. Serta cenderung alur cerita yang
mudah ditebak, ahh begitu membosankan bukan jika dibayangkan? Namun, tidak
untuk mereka yang masih begitu lugu. Jika pun mereka tak lugu, tetap mereka
akan meminta untuk diceritakan sebuah dongeng. Bukan karena cerita dalam sebuah
dongeng, melainkan karena Si Pendongeng yang bercerita. Kau paham maksud ku
bukan? Lagi-lagi, bukan aku yang akan menceritakan dongeng tersebut, tapi Ia
yang tengah menghantar sang buah hati menuju alam mimpi, coba dengarkan…
“Sebelum ayah memulai,
kalian tau apa yang harus dilakukan ?”
“Membersihkan
diri”
“Pintar, lalu
tunggu apalagi ?”
“Tapi kami sudah
melakukannya yah, kami juga sudah memasang selimut sekarang ayah hanya tinggal
bercerita”
“Baiklah,
baiklah”…
Dahulu kala, disebuah desa tinggal lah 2 orang
bersaudara. Sang kakak adalah seorang Laki-laki yang gagah dan
bertanggungjawab, ia memiliki seorang adik yang begitu elok parasnya. Sang
kakak bernama Dewa, dan Sang adik bernama Dewi. Mereka selalu pergi bersama,
mulai dari mencari makan bersama, bermain bersama, hingga berburu bersama.
Mereka tinggal disebuah desa yang sangat jauh dari perkotaan. Dewa selalu
menasihati dewi agar tidak pergi terlalu jauh dari rumah, terlebih memasuki
hutan belantara yang ada di tanah seberang.
Suatu ketika, dewa harus pergi ke kota untuk mencari
peralatan berburu. Dewi terpaksa harus tinggal dirumah menunggu dewa pulang.
Setiap hari dewi selalu menunggu sang kakak.
“Kalian tau karena terlalu lelah menunggu dewi lupa
akan pesan kakaknya. Masih ingat dengan pesan kakaknya ?”
“Masih… masih, jangan memasuki hutan yang ada di
tanah seberang”
“Pintar”
Dewi kemudian pergi terlalu jauh dari rumahnya, ia
telah memasuki kawasan terlarang. Setelah ia sadar, ia mulai ketakutan.. Tiba-tiba,
suara aneh mulai membuat dewi merinding.
Dan… ada sesosok bayangan hitam muncul dari arah
samping kirinya. “Broaaaaaaaaaaaaa,,,,, ada mangsa. Saatnya aku makan enak”
Raksasa yang sangat besar telah menghadangi padangan dewi. Ia bermata merah
menyala, gigi bertaring, perut buncit, kaki kotor, rambut berantakan dan bau
tak sedap.
“ihhhhhhhh, jorok yah,,,,”
Dewi kemudian berlari tak terarah, namun baru ia
berlari 3 meter jauhnya. Tiba-tiba kakinya telah digenggam oleh mahluk buas itu
……
Sedang dilain tempat, dewa sedang dalam perjalanan
dengan perasaan tak karuan. Perasaan bahagia dan cemas. Ia begitu girangnya
karena membawakan buah tangan untuk sang adik tercinta, namun cemas jika saja
terjadi sesuatu terhadap dewi. Ia pun akhirnya sampai dirumah. “Dek, kakak
pulang…. Dek…..” Ia mencari di sekitar rumah, tak ditemukan. Lelah mencari
seharian, ia akhirnya putus asa. Namun, ia tiba-tiba berpikir. “Jangan-jangan dewi
memasuki hutan di seberang, ahh tidak” Ia kemudian mengambil sebilah pedang dan
bergegas memasuki hutan terlarang
Gelap, sunyi, dingin. Dewa melihat darah segar
berceceran ditanah, ia begitu terkejut. Sedang di belakang telah berdiri mahluk
mengerikan. “Hoahoaahaaaa,, kau tidak tersesat bukan anak muda, apa kau mau
menjadi hidangan penutup ku malam ini setelah aku menyantap seorang anak tadi
siang”
“Apa! Kau menyantap dewi?! Kau begitu jahat dan kejam,
kau tak cukup menyantap orang tua kami?! Dewa begitu dipenuhi amarah yang
menggebu-gebu, tanpa berpikir panjang ia menghunus pedang ke arah raksasa. Mereka
kemudian bertarung, tak ada yang mau mengalah. Ketika raksasa tengah lengah,
dewa menghunus pedangnya untuk yang terakhir kalinya. Brukkkk, raksasa terjatuh
dan menhembuskan napas terakhirnya.
Dewa kemudian kembali melihat darah yang berceceran, ia
teringat dengan oleh-oleh yang ia belikan untuk adiknya. Kemudian ia
mengeluarkannya.
“Kalian tau itu apa anak-anak ?”
“Kipaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaasssss”
“Tepat sekali”
Dewa mengelurakan kipas dari tas kecilnya, Konon kipas
tersebut adalah kipas ajaib yang bisa mengabulkan keinginan kita hanya cukup dengan nyanyian. Lalu
kemudian dewa pun bernyanyi “Pas, ku kipas semoga ia menjadi mata” kemudian
jadilah sepasang mata yang indah. “Pas
ku kipas semoga ia menjadi hidung” Tumbuhlah hidung yang ia begitu kenal. Ia
lalu menangis, melanjutkan nyanyiannya. “Pas ku kipas semoga menjadi telinga”
begitu seterusnya. Hingga tampaklah tubuh utuh orang yang sangat ia kenal.
Dengan perasaan haru ia kemudian memeluk adik tersayang.
***
“Jadi, intisari yang bisa di ambil apa nak ?”
“Jangan melanggar jika dinasihati, coba aja dewi
tidak memasuki hutan ia tak akan dimakan raskasa, jangan malas nanti seperti
raksasa yang bau, ihhhh”
“ Tuh anak Ayah makin pandai, dan jangan lupa kalau
ini hanya cerita ya. Karena tidak ada suatu benda yang bisa mengabulkan
keinginanmu, Ayah tak mau anak ayah menjadi orang yang suka berandai-andai”
“ iya yah, kami
paham. Kami kan bukan anak kecil”
Tawa Ayahnya begitu lepas dengan tingkah konyol sang
buah hati.
Begitu
datar bukan? Entah, cerita ini begitu membekas dan selalu mengundang tawa jika
si anak mengingatnya kembali.


0 komentar:
Posting Komentar