Sepenggal Memory ( Mentari )

by 09.04.00 0 komentar
Hembusan angin pagi memang selalu menyejukkan, dedaunan yang basah terkena embun semalam menambah sejuknya udara di pagi hari. Aku selalu menyukai udara di pagi hari, mereka selalu memanjakan ku dengan keindahan dan pesonanya, terlebih ketika sang mentari mulai menghiasi ufuk timur dan menampilkan merah mega yang membawa keindahan. Maka nikmat Tuhan mu yang manakah yang kamu dustakan?  Kini dalam lamunan, ku teringat sesuatu.
Pagi itu, terlihat seorang anak kecil yang tengah berdiam diri mematung menghadap kelangit timur. Entah apa yang ia lihat, apakah ia tengah melihat keindahan merahnya mega? Sepertinya, bukan. Mungkin ia tengah menyaksikan burung yang tengah bernyanyi menyambut indahnya panorama pagi, sepertinya juga bukan. Tak lama kemudian, ia mulai tersenyum, mula-mula ia tersenyum tipis. Setelah 2 menit kemudian, senyumannya kini menjadi tawa. Ia tertawa ringan dan terlihat begitu bahagia.
Kini dengan tawa ia tak beranjak dari posisinya, ia masih terlihat berdiri menghadap kearah langit timur, apa yang tengah ia lihat? Apa yang membuatnya tertawa?
Jum’at 4 February awal tahun 2000. Pagi itu udara terasa lebih segar dari pagi sebelumnya, apa itu hanya perasaannya saja. Gadis kecil yang berusia 6 tahun tengah berdiri 1 jam lamanya menghadap langit timur, ia terlihat tengah menantikan sesuatu. Langit terlihat begitu petang, 25 menit kemudian langit berubah warna memerah memunculkan mega dari ufuk sana, ia tersenyum. 5 menit kemudian Sang mentari mulai menampakan diri dari peraduannya, ia kemudian kembali tersenyum. 2 menit kemudian mentari telah muncul secara sempurna, begitu hangat. Senyumannya kini menjadi tawa ringan begitu bahagia. Ia masih menghadap ke langit timur, ia tak melepaskan pandangannya sedetikpun terhadap Sang Mentari.
Wajahnya kini terkena pancaran sinar mentari pagi, begitu hangat. Ia kemudian memejamkan kedua matanya. Merasakan sesuatu yang ia nantikan kini datang menyapanya. Ia kemudian kembali membuka mata. “Kau akhirnya datang juga, ku tau kau pasti datang”. Kembali ia tersenyum dan memandangi Sang Mentari. 1 jam lamanya ia masih bertahan pada posisinya, kini mentari tak lagi hangat namun terasa mulai menyengat. Ia masih terus memandanginya, wajahnya kini mulai memerah, kedua matanya kini mulai layu dan menyipit.
“Lili, apa yang tengah kau lakukan, kau belum bergegas membersihkan diri ?”
Terlihat gadis berusia 9 tahun kini menyapanya, namun gadis yang bernama Lili tak menoleh dan masih mematung memandang Sang Mentari. Dengan panik ia menghampiri si gadis kecil.
“Apa yang kamu lakukan, tolong hentikan. Selalu bertingkah konyol setiap pagi dengan memandangi mentari, apa yang ingin kau buktikan sayang?”
“Tak ada, aku hanya tengah menyapanya dan aku memang suka memandanginya. Semakin lama ku pandangi ia semakin indah. Ia seperti bola api dalam kartun yang sering kita lihat kak, Lihatlah! Kakak harus memandanginya juga, ia begitu indah bukan. Ia tak sebesar Naga jahat musuh para Ranger. Tetapi ia begitu kecil seperti bola api yang melingkar. Terkadang, ia juga seperti cincin kecil yang berwarna keemasan seperti yang dikenakan Mama dan Ayah dijari manis mereka. Bukankah begitu?” ucapnya tanpa mengalihkan pandangan sedikitpun.
“Kau benar, tapi terlalu lama memandanginya tak baik bagi indra mu sayang. Ada energi berbahaya yang ia bawa, kau lihat ketika Sang Naga memuntahkan bola api kearah Ranger biru kesayanganmu? Bukankah itu sangat berbahaya? Memandanginya sesekali boleh saja, tapi tidak untuk berjam-jam lamanya. Dan sekarang waktunya mandi dan bergegas ke sekolah, bukankah adik kakak adalah adik yang patuh ?”
“ Ah, ia tak sama seperti Naga itu, kami telah lama bersahabat. Ini cara kami saling menyapa, oke aku harus bergegas ke sekolah,  kan ku ceritakan pada teman-temanku bahwa hari ini aku telah menyapa Sahabat alam ku” ia kemudian mengalihkan pandangan dari mentari kemudian memejamkan kedua mata. Sambil tersenyum ia kemudian berbisik ditelinga Sang Kakak
“ Kakak tau, ia menitip salam Rindu untukmu. Kakak begitu lama tak menyapanya. Dan kakak tau apa yang sedang aku lakukan. Aku sedang menetralisir padanganku karena begitu lama beradu pandang dengannya”. Kemudian ia membuka mata dan melirik sang Kakak yang tengah beralih memandang Sang Mentari dengan wajah sendu.
***
Sahabat alam dan momen tersebut begitu indah untuk dikenang…

Denda Yulia A R

Developer

Cras justo odio, dapibus ac facilisis in, egestas eget quam. Curabitur blandit tempus porttitor. Vivamus sagittis lacus vel augue laoreet rutrum faucibus dolor auctor.

0 komentar: