Tak
begitu banyak yang saya pahami tentang kepenulisan, yang saya tahu “Menulis”
adalah bagaimana cara mengungkapkan
perasaan lewat selembar kertas dengan tinta. Menulis adalah cara lain untuk berbicara, cara untuk berkata, cara
untuk menyapa. Karena dengan menulis suara tidak akan hilang di telan angin,
akan abadi sampai jauh, jauh di kemudian hari. Yah, mungkin kata-kata
tersebut yang menggambarkan kalimat “menulis” di benak saya pribadi.
Sejak
kecil saya memang menyukai buku-buku terutama buku cerita, karena Ayahku selalu
membacakan beberapa buku ketika hendak tidur. Masih segar dalam ingatan, dimana
ketika Kakak perempuan ku sangat gemar megutarakan isi hatinya lewat secarik
kertas yang di balut oleh cover mungil yang selalu ia bawa kemanapun ia pergi. Dan
ketika kakak ku berpesan :
“ketika
media telah di dominasi oleh kaum kapitalis, ketika isi media tidak lagi
mendidik, ketika media menjadi alat propagandis, ketika jurnalis di bungkam,
maka menulislah, kau pernah dengar Semboyan “Pena Mujahidin”? itu adalah cara
lain seorang aktivis dakwah untuk menyiarkan dakwahnya lewat Goresan-goresan
tinta yang ia ukir dengan kalimat mutiara berhembuskan dzikir. Kau tahu makna
apa yang di sematkan dalam Semboyan itu? Mereka menyematkan Al-Qur’an di
dalamnya, serta berlandaskan iman.
Tidak hanya itu, dengan menulis
membuka cakrwala baru, kau bisa mengukir kata emasmu yang kemudian hari akan di baca oleh orang-orang di berbagai
belahan dunia lainnya, dan akan di kenang ketika kau tak ada. Kalimat
yang sangat menyentuh tersebut memotivasi ku untuk memulai menulis, awalnya ku
mulai menorehkan berbagai tulisan tiap harinya pada kertas “Diaryku” baik itu, celotehan, cerpen,
ataupun puisi.
‘’Menulis adalah memahat peradaban
”
Dyar
0 komentar:
Posting Komentar